MEDAN _ Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan Abdul Rani SH menegaskan, pemberlakukan denda keterlambatan mengurus akta lahir merupakan wujud tertib administrasi dan terbangunnya database kependudukan.
“Jadi sanksi administrasi secara filosofi hanya mengedepankan efek jera, bukan untuk menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD). Denda itu agar tertib administrasi dan terbangunnya database kependudukan,” kata Abdul Rani di gedung Dewan Jalan Kapten Maulana Lubis Medan, Jumat (8/1/2021).
Disamping itu, katanya, Perda Administrasi Kependudukan yang telah disahkan, 30 Desember 2020 lalu, bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam menyelesaikan urusan administrasi kependudukan serta meningkatkan efektivitas pelayanan penyelenggaraan urusan administrasi kependudukan dan pengembangan Siak (sistem informasi administrasi kependudukan) kepada masyarakat.
Perda tersebut juga termaktub dalam UU No.24/2013 tentang Administrasi Kependudukan yang merupakan penjabaran amanat pasal 26 ayat 3 UUD 1945 yang bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan.
“Justru saat pembahasan Raperda denda sebesar Rp100 ribu tersebut sangat sudah maksimal. Tidak boleh dikurangi, dan kalau bisa ditambah lagi jumlahnya. Malah kita juga mengusulkan denda ratusan juta rupiah bagi yang memalsukan data kependudukan,” kata politisi PPP ini.
Dikatakan, administrasi kependudukan merupakan suatu sistem yang menjadi tugas negara untuk dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak administratif penduduk dalam pelayanan publik.
Selain itu, tambah Abdul Rani, juga memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif melalui peran aktif pemerintah dan pemerintah daerah.
“Atas dasar peraturan tersebut, maka Perda Nomor 1 tahun 2010 tentang administrasi kependudukan tidak sesuai lagi,” katanya. (Nelly)
0 التعليقات:
Posting Komentar